Sejarah di Tangan Pemenang
Selanjutnya bang Yusof
mengambil sebuah kitab, membukanya, dan mulai membaca. Kitab itu bertuliskan
huruf Arab, tapi pengucapannya Melayu. Waktu SMA saya pernah dapat pelajaran
seperti ini. Orang-orang di Jawa menyebutnya Arab Jawi.
Dari apa yang dibaca
bang Yusof akhirnya saya mengetahui bahwa orang-orang Muslim yang ada di daerah
Chau Doc ini berasal dari Trengganu. Kakek moyang mereka merantau ke daerah
ini. Mendakwahkan Islam dan mencari penghidupan yang baru.
Di kitab tersebut
hanya diceritakan asal muasal namun tak ada pembahasan detil tentang Champa.
Maksudnya apa korelasinya dengan orang-orang Champa, sehingga mereka menyebut
diri sebagai Melayu Champa?
Sampai di sini saya
tak mendapatkan informasi lebih. Perjalanan sejauh ini, ingin mendapatkan info
detil tentang kerajaan Islam Champa, tapi tak didapat. Kecurigaan saya tentang
informasi sejarah yang dihilangkan oleh penjajah semakin kuat. Meski saya juga
harus bilang bahwa ini kecurigaan yang tidak berdasar data ilmiah.
Padahal sejarah
mencatat, masa pecerahan Eropa terjadi berkat ekspansi Islam. Baik itu bermula di
tanah Andalus maupun Byzantium. Kebudayaan dan peradaban barat yang sebagia
besar bersumber dari warisan filsafat Yunani sesungguhnya tidak bisa diakses
Barat tanpa kontribusi penerjemah muslim dimasa keemasan Islam
Tapi ketika barat
muncul sebagai pemenang. Kondisi malah berbalik. Sejarah kegemilangan Islam
nyaris tak terdengar. Islam kemudian dicitrakan sebagai peradaban terbelakang,
bodoh, dan miskin.
Tentang jejak sejarah
Islam Champa yang belum terang bagi saya, tentu saja tak serta merta saya menyalahkan
Barat. Bisa jadi ini karena memang saya yang masih belum mendapat akses ke
sana.
Selesai membaca kitab
asal usul nenek moyang, Bang Yusof, sesuai rencana, mengajak saya berkeliling
Chau Doc. Kami berangkat dengan sepeda motor. Menyeberangi sungai. Berhenti di
atas jembatan besar. Ia menyarankan saya untuk memotret kondisi sungai, yang
barangkali menjadi objek wisata menarik bagi para wisatawan. Saya turun dari
motor, memotret.
Kampung-kampung kecil
kami telusuri. Rumah-rumah panggung menghiasi sisi kiri dan kanan jalan. Ini
perkampungan melayu, saya membatin berkali-kali saat melihat kondisi
kampungnya. Para lelaki dengan kain sarungnya, perempuan yang menutup kepalanya
dengan kerudung.
Fix, mereka saudara
seiman. Yang terpisahkan sekat nasionalisme. Berada di bawah naungan negara
komunis. Ya Allah, semoga hidayah terlimpahcurah kepada saudara seiman
dimanapun berada. Sehingga Islam yang tinggi ini benar-benar ditinggikan
pemeluknya dengan segenap daya dan upaya
Salam
Pay Jarot Sujarwo
t.me/payjarot
Posting Komentar untuk "Sejarah di Tangan Pemenang"